silahkan singgah... semoga nyaman...

Counters

Thursday, February 12, 2009

why do I must love him*?

*him refers to my secret love


Seperti itulah kira-kira pertanyaan yang saya dapat dari para sahabat setelah mendengar kisah ini. Memang hanya pada merekalah saya berani bercerita. Bagaimanapun saya tidak kuat memendamnya sendiri. Saya percaya bahwa tidak satu manusia pun di dunia ini yang merasa nyaman mengubur sesuatu dalam hatinya. Mungkin ada yang bisa melakukannya, namun itu akan terasa menyiksa dan mengganjal.

Pertanyaan itu juga yang terus menggelayut di benak saya hampir setahun ini. Tepatnya sejak saya merasakan perasaan aneh yang begitu indah dan tak terhingga, yaitu ketika lahir dan batin saya dikuasai oleh kekuatan ajaib bernama cinta. Sungguh kekuatan yang amat magis, sulit diterjemahkan dan semakin lama semakin mencengkeram jiwa dan raga. Yang membuat saya begitu keras kepala untuk tidak berpaling pada orang lain untuk saya cinta dan membuat saya lupa diri hanya demi tidak kehilangannya. Bahkan ketika realita di depan saya menyuguhkan kenyataan bahwa mencintainya tidak memberi apa-apa selain luka dan pada akhirnya dosa.

Entah kenapa ada sederet keraguan setiap saya berusaha membunuh hasrat mencinta terhadapnya. Memang benar kata orang bahwa cinta itu buta. Cinta tidak dapat melihat apalagi memilih. Cinta datang begitu saja tanpa memandang perbedaan yang besar sekalipun.

Barangkali pemikiran itulah yang, tanpa saya sadari, membuat saya membiarkan pertanyaan itu tak pernah terjawab sampai sekarang. Saya tak pernah memberikan ruang untuk logika menjawabnya. Padahal seringkali logika tidak sepaham dengan cinta. Saya justru lebih sibuk bertanya-tanya apakah dia juga mencintai saya. Selalu saja saya menerka-nerka perhatian dan sayang yang dia berikan selama ini adalah bentuk sebuah cinta yang nyata. Sementara saya tahu betul dia tak berhak lagi mencinta. Saya membenarkan takdir mempertemukan saya dengannya, namun saya tidak bisa menerima kenyataan bahwa saya tidak ditakdirkan untuk melebur cinta dengannya. Saat itu.

Kembali tentang pertanyaan ‘kenapa saya harus mencintainya’, saya rasa pertanyaan itu seharusnya tidak pernah saya pertanyakan. Karena pertanyaan itu justru akan terus melahirkan keinginan saya untuk mencari tahu lebih tentangnya. Yang ujungnya hanya akan membuat saya semakin mencintainya.

Kini saya sedang berusaha membangun dinding terhadapnya, entah sudah benar atau belum saya menyusunnya. Bukan hanya untuk melindungi saya dari godaan untuk mencintainya, lagi, namun untuk melindunginya juga dari segala tentang saya (lelaki mana yang bisa menolak seorang saya. Hehe^^) yang kadang terlampau ekspresif menyatakan cinta.

Cinta itu ternyata ibarat rumput liar. Yang ketika ia menemukan tanah yang subur untuk berkembang, ia akan tumbuh dan berkembang biak dengan pesat. Apalagi jika si pemilik tanah tersebut merawatnya baik-baik, memberinya pupuk dan air yang cukup. Lama-lama semakin kuat akarnya menghujam tanah hingga sulit untuk dicabut.

Begitu juga cara kerja cinta. Cinta yang terlanjur mengakar akan sulit untuk dihapus meski kenyataan tak berhenti mendesaknya untuk mengubur rasa itu. Seperti cintaku terhadapnya.

Cinta memang buta. Tapi saya tidak buta dan tidak boleh membutakan diri untuk melihat realita. Bagaimanapun juga, cinta terhadapnya memberikan saya lebih dari sekedar kesenangan dan perasaan yang membahagiakan. Melainkan juga semangat dan pengalaman yang amat berharga. Dan segala tentangnya akan selalu ter-frame dalam memori saya sebagai bagian dari petualangan cinta yang indah.

Memilih untuk melepasnya adalah hal paling menyedihkan sekaligus paling benar saya lakukan. Saya yakin kebahagian dan kesedihan datang silih berganti, tidak mungkin bersamaan. Maka saya pun percaya, bahwa suatu saat kesedihan ini akan tergantikan dengan kebahagiaan baru yang mungkin sedang menunggu untuk dilalui. Yang akan datang menjemput ketika semua telah usai saya tangisi.

0 comments: