silahkan singgah... semoga nyaman...

Counters

Friday, February 27, 2009

1 JAM PRAMBANAN EKSPRESS

Tulisan ini saya tulis (sebelum saya sempurnakan) ketika saya baru tiba di stasiun Lempuyangan, Jogja. Tepatnya setelah turun dari kereta Prambanan Ekspress (Prameks) pukul 13.45 WIB siang. Karena merasa bosan menunggu waktu, maka saya putuskan menulis saja. Toh acara yang akan saya datangi mulainya masih lama. Kira-kira masih 1 jam lebih.

Saya mencari tempat duduk yang kosong di antara beberapa bangku panjang yang berderet di tengah-tengah jalur kereta 1 dan 2. Lalu mengambil dari dalam tas, pen steadler 01 dan buku bersampul marun bertuliskan 'eksklusive agenda' di-embosed emas di bagian mukanya. Saya mulai memutar otak. Mengulang kembali perjalanan saya, dari sejak berangkat naik Prameks kurang lebih 1 jam yang lalu.



Baiklah...
Saya mulai dengan menceritakan pengalaman saya naik kereta pertama kali waktu kecil (lho kok jauh amat kilas baliknya). Biar saja, ini kan blog saya, suka-suka saya dong. Hehe^^

Dulu pertama kali naik kereta ya naik Prameks ini. Sekedar untuk memperoleh pengalaman naik kereta buat apa bayar mahal dan pergi jauh. Mungkin begitu pikir orang tua saya dulu ketika mengajak kami (saya dan kedua saudara laki-laki saya) ke Jogja. Saat itu tarif Prameks masih dibawah 5 ribu. Saya lupa tepatnya 2 ribu atau 3 ribu.

Senangnya bukan main waktu itu, maklumlah anak-anak. Sepanjang perjalanan kami terjaga demi tidak melewatkan pemandangan diluar jendela, yang menurut saya sekarang biasa saja, paling-paling sawah atau sungai.

Sekarang setelah dewasa, saya lebih tertarik mengamati orang-orang yang berada satu gerbong dengan saya. Memandang pohon, sawah, gunung, rumput, sungai, jembatan yang melesat cepat di luar jendela tak lagi menarik bagi saya, malah bikin pusing.

Kereta Prameks yang baru saya tumpangi ini berbeda dengan kereta lama. Terakhir kali saya naik Prameks kira-kira 2 tahun yang lalu, dan gerbongnya tidak seperti sekarang. Jadi, yang baru ini tempat duduknya saling berhadapan antara satu kursi panjang di sisi kanan dan satu di sisi kiri gerbong. Sehingga saya lebih leluasa memperhatikan orang lain di depan saya satu persatu tanpa membuat mereka kege-eran karena diamati. Namanya juga duduk berhadap-hadapan.

Saya mulai pengamatan dari yang duduk di deretan depan saya. Tepatnya paling ujung kanan dekat pintu gerbong, ada seorang ibu berusia 40 tahunan lebih. Ia membawa 2 tas, satu tas tangan dipeluk dan satu tas lagi diletakkan didekat kakinya. Secara fisik dia masih terlihat cantik dan seksi untuk wanita seumuran dia. Penampilannya cukup modis, kulit putih bersih, rambut diwarna merah. Make-up minimalis namun masih terkesan orang kaya bak ibu-ibu arisan berlian. Sayang wajahnya tidak terlalu bersahabat, agak terkesan sombong. Mungkin dia adalah istri orang penting, hingga saking padat kesibukan suaminya, dia sampai harus pergi keluar kota sendiri dengan kereta. Dia pun akhirnya memilih untuk menikmati kesibukannya sendiri. Dan sepanjang perjalanan dia memejamkan mata namun tidak tidur dan tidak bersandar ke belakang. Hanya memejam mata saja dan beberapa kali mengangkat handphone-nya yang berdering layaknya orang penting.

Sebelah kanan ibu itu ada sekeluarga yang menurut saya kurang bahagia (sok tahu ya). Habis wajah mereka tidak ada yang tersenyum. Mulai dari kanan: si bapak, si ibu dan 2 anak laki-laki seumuran SD. Anak-anak, seperti kebanyakan anak-anak lainnya (termasuk saya dulu), tentu saja sibuk memperhatikan keluar sambil makan permen dan bercanda-canda sedikit. Sedang si bapak dan ibu, saya perhatikan keduanya meski bersebelahan tidak saling bercakap-cakap sepanjang perjalanan. Keduanya sibuk dengan lamunan masing-masing. Kadang si ibu sesekali mengingatkan anak-anaknya untuk duduk rapi. Mungkin suami-istri itu sedang ada masalah. Ataukah hubungan mereka telah sampai pada titik dimana hasrat cinta sudah mulai memudar. Lalu mulai memandang bahwa tujuan bersatunya mereka sekarang adalah hanya tentang membesarkan anak-anaknya dengan baik. Atau mungkin juga saya salah.

Setelah mereka, ke kanan lagi ada seorang kakek sekitar 70 tahun dengan pakaian sederhana. Perkiraan saya, kakek itu adalah seorang petani atau buruh atau tukang. Sebab kulit keriputnya gelap dan urat-urat yang kendur tampak jelas menonjol di permukaannya. Seperti pekerja kasar yang telah bekerja keras di bawah terik matahari selama bertahun-tahun. Sepanjang perjalanan kakek itu tidur sambil tertunduk. Kelihatannya terlalu letih di jalan sehingga nyenyak sekali tidurnya. Atau memang sengaja tidur karena ingin segera sampai dan bertemu dengan si nenek yang sedang menunggunya dengan setia di rumah.

Di kanan kakek itu, seorang gadis cantik, berjilbab, seumuran lebih muda dari saya. Kayaknya sih dia mahasiswi yang pulang kampung. Dia membawa tas ransel penuh di pangkuannya. Seperti saya, dia juga terjaga sambil memperhatikan gerak-gerik sekitarnya.

Lanjut ke posisi kanan berikutnya, seorang wanita 30 tahunan yang kelihatannya masih single. Terlihat sangat mandiri dan sibuk. Sepanjang perjalanan hanya menerawang entah kemana. Mukanya seperti sedang memendam masalah berat. Barangkali masalah pekerjaan yang menumpuk, atau masalah jodoh yang tak kunjung datang. Barangkali juga dia hanya sedang merasa bosan dengan kemonotonan hidupnya. Entahlah.

Sebelah kanan wanita itu berderet 4 bapak-bapak. Kalau saya amati dari penampilan, mulai dari yang kanan ke kiri:
Bapak pertama, pengangguran. Karena ketika troli jualan lewat, dia membeli koran lalu membaca pada kolom lowongan.
Bapak kedua, pegawai dengan gaji rendah. Karena mengeluarkan uang untuk membeli koran saja dia sayang, sehingga hanya bisa melirik koran tetangganya (bapak pertama) untuk numpang baca.
Bapak ketiga, a family man, membawa beberapa bungkus tas berisi oleh-oleh. Sering menelepon, dan kelihatannya menghubungi rumah mengabari sudah sampai mana, lalu anak-anak bagaimana, dan sebagainya.
Bapak ketiga, orang kaya, sepertinya sih pengusaha batik. Karena membawa 4 bungkus plastik bertuliskan Danar Hadi penuh dengan batik-batik yang pasti harganya selangit. Dia sendiri juga mengenakan baju batik yang tampak mahal.

OK, sekian dulu deh pengamatan saya yang sok tahu. Kelihatannya sudah terlalu panjang. Insya Allah akan saya lanjut di bagian 2. Tentang penumpang yang menurut saya paling menarik perhatian saya. Lalu tentang perjalanan pulang saya.

0 comments: